Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta diperkirakan
bakal terkena krisis listrik. Kondisi ini bakal terjadi sebagai imbas
dari tertundanya proses pipanisasi gas Arun-Belawan yang juga
memperparah krisis energi di Sumatera Utara.
Dalam keterangan persnya, Manajer Humas dan Bina Lingkungan PT PLN
(Persero) Distribusi Jateng-DIY, Supriyono mengatakan krisis energi ini
bakal terjadi karena saat ini kebutuhan listrik di Jateng dan Yogyakarta
mencapai 3.200 mega watt (MW) saat beban puncak. Sedangkan pasokan
listrik maksimal hanya 2.500 MW.
Kekurangan tersebut karena pembangkit listrik Tambak Lorok di
Semarang mengalami kekurangan bahan bakar gas untuk memproduksi daya.
Pangkal penyebab, belum adanya akses pipa gas maupun daerah sekitar
Semarang yang memiliki sumber gas bumi.
Kepala Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, Teguh Dwi Paryono mengatakan
kondisi demikian membuat Jateng terancam krisis listrik. "Bila tidak ada
pasokan gas, Jateng mengalami krisis daya pada 2016," ujarnya kepada
wartawan, Rabu (30/10/2013).
Ancaman krisis daya pada 2016
semakin nyata, mengingat pada tahun ini terdapat pengalihan industri
dari Jawa Barat ke Jateng, serta pembangunan dua pabrik semen di
Kabupaten Rembang dan Banyumas. Untuk keperluan kedua pabrik semen itu,
Jateng memerlukan tambahan pasokan 70 MW. Menurut Teguh, jaringan
interkoneksi yang ada saat ini sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan.
Sementara, surplus gas di Jawa Timur belum dapat dialirkan ke Jateng
karena belum selesainya pembangunan pipa Gresik–Semarang.
Sebagai
catatan, pada 2005, pemerintah pusat mencanangkan pembangunan
infrastruktur gas Kalija (Kalimantan–Jawa) dan Trans Jawa
(Gresik–Semarang dan Semarang – Cirebon). Berdasarkan lelang Hak Khusus
yang dilaksanakan oleh BPH Migas pada 2006, Bakrie & Brothers
memenangkan ruas Kalija, Rekayasa Industri memenangkan ruas
Semarang–Cirebon, dan Pertamina Gas (Pertagas) memenangkan ruas
Gresik–Semarang.
Terkait pasokan gas, empat tahun kemudian, Pertagas menandatangani
kontrak jual beli gas dengan Kangean sebesar 100 million standard cubic
feet per day (mmscfd), namun menjual kembali gas tersebut kepada 5
trader gas di Jawa Timur.
Program pembangunan Trans Jawa ini sejalan dengan rencana pemerintah
melakukan konversi, dari bahan bakar minyak ke gas. "Namun sampai
sekarang, belum ada satupun dari ketiga ruas pipa tersebut yang selesai.
Tidak ada laporannya," ujar Teguh.
Corporate Secretary Pertagas
Eko Agus mengiyakan bahwa pihaknya telah memperoleh izin proyek
Gresik–Semarang. Tetapi, lambannya pembangunan tersebut, kata Eko
disebabkan tidak adanya kejelasan sumber pasokan dan anchor buyer.
"Sebenarnya kami telah membangun lahan penggerak gas. Sayangnya PLN
Tambak Lorok berubah sikap, rencananya menggunakan gas tetapi mereka
pakai batubara," paparnya kepada wartawan, Selasa (29/10/2010).
Menyikapi
rencana BPH Migas yang kembali akan melakukan lelang wilayah distribusi
gas di Jateng, lebih lanjut Teguh menyampaikan agar pembangunan pipa
distribusi gas sebaiknya diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah
Daerah. “Yang memberi ijin pembangunan Pemerintah Daerah, karena yang
tahu tata ruang kan Pemda. Jadi Pemerintah Pusat tinggal mensupervisi
pelaksanaannya, diselaraskan dengan pipa transmisi antar propinsi,” kata
Teguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar