Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Selasa, 16 April 2013

FINDING SRIMULAT

'Finding Srimulat' dibuka
sebagai sebuah film motivasi.
'Namaku Adi, dan aku punya
mimpi," demikian narasi
tokoh utamanya, yang
diperankan oleh Reza
Rahadian. Tapi, tidak. Film ini bukan sebuah kisah
sukses, drama zero to hero . Ini adalah
dokumentasi atas sebuah ziarah, perjalanan
'pulang' untuk napak tilas, menjenguk kembali
etos, spirit, daya hidup, atau dalam bahasa
modern sekarang "sikap sukses", yang bernama
Srimulat.
Menggunakan pendekatan Srimulat sebagai sebuah
seni lawak panggung, 'Finding Srimulat' dikemas
dalam cerita yang sederhana, sesekali "sok serius",
dan berakhir dengan "kekacauan". Sutradara
Charles Ghazali, yang sepertinya merupakan
penggemar fanatik Srimulat, tahu benar bagaimana
mesti menampilkan grup lawak tradisional ini di
layar lebar.
Tugas Charles jelas tak mudah. Di satu sisi tentu
saja ia harus bisa mengambil hati penggemar lama.
Di sisi lain ia juga harus memikirkan, bagaimana
menarik perhatian anak-anak muda masa kini yang
tak pernah mengalami zaman Srimulat manggung
rutin di TVRI, maupun era Indosiar. Apakah Charles
berhasil? Jawabannya relatif. Yang jelas, 'Finding
Srimulat' mampu tampil tak sekedar sebagai
klangenan, nostalgia ataupun obat kangen belaka.
Film ini berhasil menangkap 'roh' Srimulat sebagai
tak sekedar grup lawak, melainkan, seperti telah
disinggung di awal, daya hidup sebuah bentuk
kesenian tradisional yang sudah nyaris tak punya
tempat di era "opera Jawa" ala televisi.
Adi, yang diperankan Reza Rahadian tadi, sejak
awal diperkenalkan kepada penonton sebagai
penggemar Srimulat. Waktu kecil ia sering diajak
ayahnya untuk menonton pertunjukan Srimulat di
panggung. Kini, Adi dewasa adalah profesional di
bidang event organizer. Malang baginya, di saat
istrinya (Rianty Cartwright) hamil dan butuh
persiapan dana untuk melahirkan, kantor
tempatnya bekerja kolaps, karna ide-idenya dicuri
kompetitor (diperankan dengan sangat bagus oleh
Fauzi Baadila).
Tak mau membuat istrinya kepikiran, Adi
memendam kegelisahannya sendiri setelah
kehilangan pekerjaan. Saat mengemudikan
mobilnya tak tentu arah, ia menemukan warung
soto milik eks pemain Srimulat, Kadir. Setelah
mampir dan berbincang, muncullah ide untuk
mempertemukan kembali anggota-anggota
Srimulat dalam sebuah pementasan reuni. Setelah
berhasil meyakinkan Kadir, berdua mereka segera
menyambangi Tessy.
Tessy yang kini sibuk dengan usaha bengkelnya
pun berhasil dibujuk. Singkat cerita, setelah
berhasil juga mengajak Mamik dan Gogon, mereka
segera meluncur ke Solo untuk sowan ke Ibu
Djujuk istri (alm) Pak Teguh pendiri Srimulat.
Dalam pembicaraan awal, sejumlah kendala
langsung terpetakan, salah satunya masalah dana.
Apa solusi Bu Djujuk? Mengajak mereka untuk
menenangkan pikiran, sambil sowan ke makam Pak
Teguh, nyari inspirasi.
Di makam itulah sekilas Djujuk teringat kembali
perjalanan Srimulat sejak awal berdirinya. Lalu, ia
berkata, "Kita ini pernah susah, makan kayak kere.
Tapi, juga pernah makan kayak raja-raja. Lha kok
sekarang mau pentas aja bingung soal dana, itu
apa?" Kata-kata Djujuk membesarkan hati Adi dan
personel Srimulat lainnya, hingga membulatkan
tekad mereka untuk meneruskan rencana bikin
pentas reuni.
Tapi, kendala tentu tak hanya sampai di situ. Lewat
kendala-kendala itu, dan bagaimana para Djujuk,
Mamik, Tessy dan Gogon menyikapinya, film ini
mengingatkan kita, apa dan siapa sebenarnya
Srimulat itu. Penonton dibikin tertawa dengan
lawakan-lawakan "klise" mereka, sekaligus dibuat
menangis terharu oleh cara mereka memandang
keberadaan Srimulat sebagai grup lawak tradisional
yang pernah jaya.
Adegan demi adegan merupakan momen-momen
yang manis, dengan suguhan akting yang luar
biasa. Akting ciamik Mamik pernah kita lihat dalam
'King'. Tapi, pernahkah melihat Gogon dan Tessy
dalam peran yang 'serius'? Obrolan Djujuk dan
Reza Rahadian pada suatu malam sungguh natural,
keduanya seolah-olah tidak sedang berakting.
Adegan flashmob dengan iringan lagu 'Lenggang
Puspita' di Stasiun Balapan Solo menjadi semacam
kejutan kecil tersendiri yang terasa mewah.
'Finding Srimulat' telah melakukan tugasnya
dengan baik: melacak kembali jejak sejarah
Srimulat, tanpa membebani cerita kekinian yang
membingkainya. Sejarah Srimulat muncul sebagai
kilasan-kilasan yang lembut, dengan porsi yang
pas. Problem Adi yang kehilangan pekerjaan pada
saat harus mempersiapkan kelahiran anak
pertamanya tetap tergarap dengan baik. Lengkap
dengan kehadiran 'orang ketiga', teman sekantor
(diperankan oleh Nadila Ernesta) yang naksir Adi,
yang menambah unsur ketegangan dalam film ini.
Kemunculan Fauzi Baadila yang hanya sebentar
sebagai musuh Adi, mampu membuat film ini
mendadak menjadi sebuah drama eksyen yang
mendebarkan. Dan, menonton Srimulat tanpa
kemunculan sosok drakula, tentu terasa kurang
lengkap. Film ini memberi semua hal yang
diharapkan ketika seseorang membayangkan
Srimulat. Sampai ke masa-masa ketika Tessy selalu
memperkenalkan diri dengan nama, "Tessy
Wahyuni Riwayati Hartati...alah, Kabul, Kabul!" Ha
ha ha.

Tidak ada komentar: